![]() |
oleh : Media Informasi Pesantren Al Barokah |
Nyai. Hj. Dewi Hamdana Bulqis, nama yang dianugerahkan langsung oleh gurunya, Alm. Al-'Arif Billah KH. Hasan Saifourridzal, setelah beliau (Bu Nyai) menunaikan ibadah haji pada tahun 1988. Sebelum dikenal dengan nama tersebut, beliau bernama kecil Zuhrowati.
Beliau lahir di Bondowoso pada 5 November 1954 atau bertepatan dengan 9 Rabi'ul Awal 1374 H, beliau tumbuh dalam keluarga yang memegang erat nilai-nilai keislaman. Ayahandanya, Alm. KH. Ahmad Syadzili adalah tokoh masyarakat sekaligus guru di langgar atau musholla di wilayah Desa Padasan. Lingkungan ini membentuk pribadi beliau menjadi sosok yang religius dan penuh pengabdian, yang kemudian menjadi teladan bagi keluarga, santri, dan masyarakat sekitarnya.
Sejak kecil, beliau telah menunjukkan kecintaan yang luar biasa terhadap Al-Qur’an dan berbagai ilmu agama, yang kelak menjadi ciri khas hidupnya sebagai seorang alimah yang istiqomah. Sebagai istri dari KH. Subhan Saifurruslan, Bu Nyai memainkan peran sentral dalam mendampingi perjuangan suaminya mengelola dan mengembangkan Pondok Pesantren Al-Barokah. Beliau tidak hanya dikenal sebagai seorang pendidik yang tegas dengan penuh kasih, tetapi juga sebagai ahli membaca dan mengajarkan Al-Qur’an. Setiap lantunan ayat suci dari beliau memancarkan keindahan dan kekhusyukan yang menjadi inspirasi bagi santri-santri beliau.
Istiqomah adalah karakter utama Bu Nyai. Dalam setiap aspek kehidupan, beliau senantiasa menunjukkan keteguhan hati dalam menjalankan syariat Islam, baik dalam ibadah, pendidikan, maupun pengabdian kepada masyarakat. Keteladanan ini terlihat dari rutinitasnya yang selalu memulai hari dengan menghafal dan mengajarkan Al-Qur’an, diiringi dengan doa-doa yang tulus untuk keluarga santri dan umat.
Tidak hanya ahli dalam membaca Al-Qur’an, Bu Nyai juga dikenal sebagai sosok yang dermawan. Beliau sering mengajarkan pentingnya berbagi kepada santri-santrinya dan mempraktikkannya melalui sedekah yang tak henti. Baik dalam keadaan lapang maupun sempit, beliau senantiasa memberikan bantuan kepada yang membutuhkan, baik berupa materi maupun dukungan moral. Kedermawanannya menjangkau anak yatim, fakir miskin, dan juga mereka yang sedang tertimpa musibah.
Bu Nyai adalah sosok panutan yang memiliki kebiasaan penuh kedisiplinan dan dedikasi dalam kesehariannya. Setiap malam, beliau rutin bangun pukul 01.00 untuk membangunkan para santri dan memimpin pelaksanaan salat lail (malam) berjamaah. Sebelum waktu Subuh tiba, Bu Nyai senantiasa menjaga kesucian diri dengan mandi dan berhias sebagai bentuk penghormatan terhadap waktu ibadah.
Setelah melaksanakan salat subuh, beliau tidak langsung meninggalkan Musholla. Waktu pagi beliau isi dengan membaca Al-Qur'an, membimbing para santri dalam hal ruhaniyah, dan memastikan kebutuhan mereka terpenuhi, termasuk mengatur urusan dapur untuk menjaga kualitas makanan para santri. Tak hanya itu, Bu Nyai juga melaksanakan tanggung jawabnya sebagai istri dengan melayani kebutuhan Kiai dalam lingkup keluarga.
Menariknya, Bu Nyai sepenuhnya mengabdikan hidupnya di lingkungan pesantren. Beliau tidak banyak berinteraksi dengan dunia luar, mencurahkan seluruh perhatian dan tenaganya untuk santri, pesantren, dan keluarganya. Sosok beliau menjadi teladan atas pengabdian, kesederhanaan, dan ketulusan dalam mendidik generasi muda.
Bu Nyai wafat pada tanggal 12 September 2024, bertepatan pada hari kamis, 9 Robi'ul Awal 1446 H. Peristiwa tersebut meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, para santri, dan masyarakat yang telah merasakan manfaat dari ilmunya. Meskipun jasadnya telah tiada, tetapi keteladanan dan warisan kebaikannya terus hidup melalui santri-santri yang pernah beliau bimbing, amal jariyah yang beliau tinggalkan, dan ayat-ayat Al-Qur’an yang diajarkan dengan penuh cinta.
Semoga Allah SWT menerima amal ibadah Bu Nyai, melapangkan kuburnya, dan menempatkan beliau di tempat terbaik di sisi-Nya. Semoga pula jejak-jejak kebaikan beliau menjadi inspirasi abadi bagi generasi berikutnya dalam meniti jalan kebaikan dan pengabdian. Amin.