Oleh: Abdul Gafur Bakri – Santri Al Barokah Padasan Pujer, Bondowoso
Beberapa waktu terakhir publik kembali dihebohkan oleh tayangan salah satu stasiun televisi nasional yang menampilkan citra negatif tentang dunia pesantren. Tayangan tersebut menimbulkan keresahan, terutama di kalangan santri dan alumni pesantren di seluruh Indonesia. Sebagai seorang santri, saya merasa perlu menyampaikan suara hati: pesantren bukan ruang tertutup yang penuh kegelapan, melainkan taman ilmu dan peradaban yang telah berkontribusi besar bagi bangsa ini.
Pesantren adalah lembaga pendidikan tertua di Nusantara. Sejak masa penjajahan hingga era kemerdekaan, pesantren telah menjadi tempat lahirnya tokoh-tokoh besar yang berjuang di medan ilmu maupun perjuangan kebangsaan. Nilai-nilai yang diajarkan di pesantren bukan hanya ilmu agama, tetapi juga disiplin, kejujuran, tanggung jawab, dan semangat pengabdian kepada masyarakat. Dari pesantren, bangsa ini belajar arti keikhlasan dan keteguhan dalam menghadapi perubahan zaman.
Karena itu, ketika ada media yang menampilkan pesantren secara sempit dan menyesatkan, itu bukan hanya kesalahan jurnalistik, melainkan juga bentuk ketidakadilan terhadap sejarah dan realitas sosial. Media memiliki tanggung jawab moral untuk mendidik, bukan menyesatkan. Di tengah arus informasi yang begitu deras, masyarakat menggantungkan kepercayaan pada media untuk memperoleh kebenaran. Jika kepercayaan itu dikhianati oleh framing sensasional, maka rusaklah sendi pendidikan publik yang selama ini dibangun.
Sebagai santri, saya mendukung seruan boikot terhadap Trans7 sebagai bentuk peringatan moral, bukan kebencian. Boikot ini adalah ekspresi kekecewaan sekaligus panggilan nurani agar media lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam menyiarkan konten. Dalam negara demokrasi, kritik publik adalah bagian dari pendidikan sosial. Dan boikot yang dilakukan secara damai adalah bentuk kritik yang sah dan beradab.
Momentum 22 Oktober 2025 – Hari Santri Nasional menjadi waktu yang tepat untuk meneguhkan kembali peran santri dalam kehidupan berbangsa. Santri hari ini bukan hanya penghafal kitab, tetapi juga inovator sosial, pelaku ekonomi, penggerak digital, dan penjaga moral bangsa. Pesantren telah berevolusi menjadi pusat pemberdayaan masyarakat, bahkan menjadi mitra penting dalam membangun kemandirian desa dan memperkuat ekonomi umat.
Sebagai Santri Pondok Pesantren Al Barokah Padasan Pujer Bondowoso, saya menyaksikan bagaimana kehidupan pesantren menanamkan nilai-nilai luhur: menghormati guru, mencintai ilmu, hidup sederhana, dan selalu bersyukur. Dari sini, kami belajar arti perjuangan tanpa pamrih dan pentingnya menjaga marwah agama dengan akhlak mulia. Inilah nilai-nilai yang hari ini justru dibutuhkan oleh bangsa di tengah derasnya arus materialisme dan kehilangan arah moral.
Narasi miring tentang pesantren tidak akan memadamkan cahaya ilmu. Justru dari serangan itulah semangat kebangkitan santri akan tumbuh semakin kuat. Santri akan terus berdiri sebagai penjaga akhlak, pelita kebenaran, dan peneguh nilai kemanusiaan di tengah dunia yang semakin bising oleh kepalsuan.
Maka, mari kita jaga marwah pesantren dengan cara yang santun dan bermartabat. Kita tidak perlu membalas fitnah dengan kemarahan, cukup dengan bukti nyata dan keteladanan. Santri tidak boleh anti terhadap kritik, tetapi harus tegas terhadap fitnah.
Dari pesantren, kita belajar bahwa keikhlasan adalah kekuatan, dan ilmu adalah cahaya yang tak pernah padam.
Santri bangkit, pesantren bermartabat, media harus bertanggung jawab.



